PENGANTAR FILSAFAT KEBUDAYAAN

PENGANTAR FILSAFAT KEBUDAYAAN

by Inge Susanti on Sunday, 27 February 2011 at 14:20

Copied from: My Note Facebook

CATATAN KULIAH: PENGANTAR FILSAFAT KEBUDAYAAN

DOSEN: PROF. DR. BAMBANG SUGIHARTO

UNPAR-BANDUNG, SENIN, 21 FEBRUARI 2011 (10.00-12.00)

PERTEMUAN KE-2

---------------------

Ulasan singkat Pertemuan ke-1:

Membahas mengenai peta besar (dan contoh nama tokoh-tokoh pemikirnya dari berbagai bidang), bahwa konsep kebudaan dilihat/dibetuk dari beragai sudut pandang:

  1. Empiris
    1. Antropologi (ilmu ini bisa saling berhubungan dg Sosiologi)
    2. Sosiologi (EB. Tylor, R. Benedict, T.Parsons, …
    3. Biologi (Gehlen, Von Uexkull, R. Dawkins, D. Dennet, …
    4. Psikologi (Lacan, Freud, Joung, …
    5. Linguistik (Cassirer, Saussure, Barthes, Chomsky, Kristeva, Derriba, …
    6. Cultural Studies (Ramon Williams, ..
    7. Cognitive Science (N. Luhwan, Gregory Beteson, C. Emeche, …
  2. Filosofis
    1. Filsafat Sosial (Stuart Mill, Marx, Gramschi, Antoio Negri, Arendt, Y. Lukacs, E.Blochs, W. Benjamin, Habermas, Horkheimer, … (Post Srukturalis: Foucault, Deleuze), (Orang-orang indisipliner / inside work : Capra, Afin Topler, John Horgan, Ken Weber)
    2. Fenomenologi: Karl Jaspers, Levinas, Derida, Merleau – Ponty, Ricolur, …
    3. Metafisika: Plato, Aristoteles, J. Loche, D. Hume, Immanuel Kant, Hegel, Schiller, Nietsche, Heidegger, … (yang paling mutakhir: A. N. Whitehend)

-----------

PERTEMUAN KE-2 : KRITIK MATTHEW ARNOLD

MATTHEW ARNOLD (1822-1888) : Kritikus kebudayaan, penyair, essayist.

Essay-nya yang terkenal: “Culture and Anarchy: An Essay in Political and Social Criticism.” (1867-1869)

Yang berisi:

1.Kritik terhadap masyarakat industri :

Terlalu melahirkan orang-orang kebanyakan, orang-orang rata-rata, yang tidak unik, tidak punya kekhasan individual, tidak punya power, pendapat-pendapatnya klise, mengikuti orang-orang, jawaban-jawabannya sama.

2. Kritik terhadap masyarakat puritan :

Sama juga dengan masyarakat industri di atas, hanya yang ini lebih dogmatis, hampir tak berfikir sama sekali, bertindak/berbeda sedikit takut dianggap dosa, ada klaim dosa untuk perbedaan pendapat/saat berfikir lain.

Kedua kelompok tersebut (masyarakat industri & puritan), memicu munculnya vulgarisasi kebudayaan.

Vulgarisasi kebudayaan adalah pendangkalan kebudayaan, karena orang hanya melihat permukaan. Orientasinya hanya pada permukaan formal.

Contohnya, masyarakan industri, mereka hanya bangga dengan formal tampilan barang-barang canggih, saat memilikinya berkesan dan merasa paling berbudaya, padahal mereka hanya tinggal membeli saja, tidak ada upaya & nilai apa-apa . Dan juga masyarakat religius/puritan, mereka meyakini seakan-akan religius itu yang tampak pergi ke gereja, yang shalat 5 waktu, yang tampak rajin beribadah, yang pembicaraannya religius, padahal permukaan semuanya, hanya ritual tampilan yang tak bernilai apa-apa ke bathinnya.

Sehingga menurut kritik Matthew Arnold, yang seharusnya dibutuhkan adalah:

Internal Culture = Personal growth = Pertumbuhan pribadi =Self empowerment=Pemberdayaan diri.

Ini soal gerak ke dalam, perenungan ke dalam = Inward operation.

Dengan demikian, kalau diri punya aspirasi yang berbeda, maka dia harus berani berbeda.

Dasar inspirasi dari produk budaya sejati itu / yang disebut kebudayaan yang sesungguhnya, itu adalah: “The best which has been thought and said in the world” (segala hal terbaik yang pernah difikirkan & dikatakan oleh manusia di dunia ini).

Kesannya acuannya adalah kultur Barat walaupun Barat banyak dikritik juga.

Di Barat memang lebih dikenal banyak melahirkan produk kebudayaan. Orang-orang Inggris sejak kecil sudah diperkenalkan bahwa dirinya penguasa dunia, pada mereka diperlihatkan peta dunia dengan banyak tanda warna pink yang artinya banyak sekali wilayah dunia yang pernah dijajah Inggris, dan mereka semakin percaya diri dan belagu. :D

Kembali lagi, menurut Matthew Arnold, yang diperlukan dalam 'self empowerment' adalah:

  1. Agama, yaitu sebagai perangsang dinamika bathin internal, bukan sebagai dogma. Tapi ajaran yang membedayakan diri, bukan yang mengikis diri. Prinsipnya, Paulus pernah berkata, ”Kerajaan Tuhan itu bukan di mana-mana, tapi di dalam bathinmu.” Jadi agama itu sebagai pemicu, stimulus untuk pertumbuhan bathin pribadi.
  2. Puisi, (karena background Matthew Arnold sebagai penyair juga). Karena dalam puisi ada proses bathin yang terus mengkaji dan menata ulang nilai-nilai ideal dan sensibilitas religius. Pada prinsipnya yang mempunyai proses bathin seperti itu bukan hanya puisi, tapi setiap karya seni , novel, dll. Dalam puisi, maupun karya seni, ada proses mengkritik nilai dan norma. Makanya kenapa para seniman sering berdiri di luar nilai/norma, sebenarnya tidak selalu untuk menentangnya, tapi untuk terus menggerakkan dinamikan batin dalam dirinya secara terus menerus. Menantang untuk memikirkan kembali dengan cara baru. Kalau di Indonesia mungkin seperti Rendra, Iwan Fals, Chairil Anwar, ..

Kalau orang tahu cara menikmatinya, kedua hal itu akan menjadi makanan batin/gizi batin untuk 'self empowerment'.

Musuh-musuh terhadap budaya bathin (self empowerment)/ apa-apa yang mengganggu atau menghalangi pertumbuhan 'self empowerment' :

  1. Kaum Aristokrat: Mereka punya tendensi pamer permukaan ornamental, sangat fashionable, kalau perlu gaya bicara harus dibuat tampak terpelajar, tampak hebat, semua hanya untuk show off. Oleh Matthew Arnold mereka juga disebut kaum Barbarian (jaman dulu kaum Barbarian itu kaum di luar Yunani, yang justru tak berbudaya).
  2. Kelas Menengah: Kelas ini masih punya potensi ke arah 'self empowerment'. Namun kelemahannya mereka terlalu gampang terpesona pada sikap pragmatis/utilitas, seperti pertanyaan-pertanyaan: apa efek konkritnya? Bisa menghasilkan apa? Dibayar berapa? Menghasilkan duit gak? Yang penting actionnya apa? Gerakannya apa? Mereka cenderung pada aksi-aksi konkret dan aksi masal. Mereka tidak punya waktu dan tidak cukup sabar untuk merenung dan berfikir ke dalam diri. Oleh Matthew Arnold disebut Kaum Philistine; orang-orang amatiran, orang-orang awam, mereka ingin dianggap berbudaya padahal norak sepertinya terpelajar dan tau banyak padahal hanya tau-tauan, pemahamannya kurang mendalam.
  3. Kelas Pekerja/Kaum Buruh: Ini kelompok yang paling tragis, kaum yang secara cultural tidak punya arah sama sekali, tanpa arah dan hopeless. Oleh Arnold disebut juga The Populace; Kaum rakyat jelata. Mereka social climber, memburu status social yang lebih tinggi, pengen lebih kaya, pengen cepat terkenal, pengen cepat popular.

Sesi diskusi:

Bagaimana dengan di Indonesia? Apa yang membuat negeri ini kacau balau? Di Indonesia ketiga karakter kelas tersebut ada , termasuk juga kaum puritan dan masyarakat Industri. Semua ngumpul di sini.

Contoh mudahnya begini, ada kisah, sepasang kekasih yang saling mencintai, lalu tiba-tiba sang pria menjadi bingung karena mendapat kabar miring tentang kekasihnya. Namun si pria ini sebenarnya sudah jatuh cinta pada sang wanita, tapi karena banyak masukan dan penilaian dari sana sini, dia menjadi bingung, dan khawatir dengan status sosialnya, banyak pertanyaan pada dirinya sendiri, nanti bagaimana tanggapan orang pada saya, nanti takut begini takut begitu, dll. Dia menjadi bingung dan tidak bisa memutuskan sendiri. Karakter seperti itu umum sekali di Indonesia, di kita banyak orang yang tidak punya arah dan tidak punya punya sikap untuk memutuskan, dia tidak bisa bertanya pada dirinya sendiri, padahal kalau dia yakin dan kalau di benar-benar tau apa yang dijalaninya, kenapa saya mengambil langkah ini, karena saya benar-benar cinta, seharusnya dia perjuangkan saja, pasti dia akan punya alasan kuat kenapa menikahinya, tidak terpengaruh dengan banyak suara-suara di sampingnya. Itulah orang Indonesia, banyak terpengaruh suara-suara di samping sana sini, tidak punya pendapat, tidak punya arah, bertanya ke sana kemari dan semakin bingung tak punya pegangan, pikirannya kosong bathinnya kosong, mengikuti opini masal. Tak berani mengambil sikap dan resiko, itu ciri masyarakat yang tak punya 'self empowerment'. Setiap orang yang punya 'self empowerment' bagaimanapun dia dianggap salah dan nyeleneh di mata masyarakat, dia akan tetap teguh, mereka punya pesona tersendiri. Karen bathinnya hidup dari dirinya sendiri. Tidak tergantung orang lain juga pada masyarakat yang menggiring ke berbagai arah.

Catatan tambahan:

Di masyarakat ada 2 kekuatan yang selalu bergumul dalam kebudayaan:

  1. Hebraisme (semitik); Tendensinya ke arah kekuatan aturan, dogma, kontrol dan tindakan, ada kekerasan kesadaran. Kekuatan ini memanifestasikan sistem-sistem revision.
  2. Hellenistik (Yunani); Tendensinya ke arah kebebasan dan kreatifitas, yang disebut sebagai spontanitas kesadaran. Kekuatan ini bermanifest ke dalam ilmu filsafat, sastra, puisi, seni.

Bagi Arnold, untuk kemajuan peradaban yang lebih dibutuhkan adalah Hellenistik, karena punya daya gerak , dan yang paling mempunyai potensi untuk menggerakkan hal ini adalah masyarakat kelas menengah.

---------------------


Makasih buat K' Alfathri Adlin yg sudah menjadi mediator, mempertemukan saya dengan guru filsafat yang amat langka ini.. Alhamdulillaah..

posted under |

No comments:

Newer Post Older Post Home