Dongeng NIRMANA

by Inge Susanti on Friday, 03 December 2010 at 03:49

11:00 P.M.

Dahulu kala, saat semester pertamaku (Jurusan Desain Komunikasi Visual), dimulailah dengan mata kuliah Nirmana salah satunya. Sepertinya Nirmana ini penting sekali di fakultasku, sampai-sampai ada Nirmana I, Nirmana II, ditambah lagi mata kuliah pilihan Nirmana di akhir semester. Beberapa dosen Nirmana-ku salah satunya lulusan Seni Rupa ITB, selain itu ada juga Master lulusan Musashino Art University, Tokyo, Jepang.

Di mata kuliah Nirmana, kami hanya diminta menyusun warna, menyusun gradasi, meyusun garis, menyusun titik, menyusun sapuan kuwas, arsiran pensil, spidol, dll. Menggunting-gunting kertas, membuat kolase bentuk gambar abstrak yang tidak menyerupai apa pun, mengumpulkan ratusan tutup botol aqua, sumpit, penitik, korek api, dll, disusun jadi puluhan jenis bangunan yang tak menyerupai apapun juga. Kata dosenku, kalau pelajaran ini baru dilakukan sekarang (baru saat kuliah), .. it's too late...

Saya yang sejak kecil hobi gambar, juga pernah juara lomba gambar di TK, menduga bahwa masuk kuliah desain ini bisa sambil main, i thought it's just have fun, karena memang hobi.. dan saya yakin nilai bagus pun akan mudah didapat. Tapi ternyata tidak, saya merasa harus belajar lagi dari nol. Untuk mendapatkan nilai Nirmana dan Menggambar di kuliahan ternyata memang harus berjuang. Saya sering berpikir bahwa karya Nirmana saya sudah bagus, tapi ternyata menurut dosenku tidak, hingga beberapa kali saya sedikit frustasi, lalu bertanya pada dosenku, "Jadi yang bagus tu sebetulnya kayak gimana sih Paaaak?!" Dosenku yang sabar dan baik hati itu sudah terbiasa menghadapi makhluk bandel sepertiku, "just experience, Inge.., kamu nanti tau sendiri jawabannya setelah mencoba ratusan kali!"
fiuwh...

Di barat sana, anak-anak sudah dibiasakan belajar Nirmana sejak kecil (walau namanya mungkin bukan Nirmana), sehingga otak kiri dan kanannya sudah terbisa bersinergis, sehingga ketika dewasa cara berfikirnya tidak terkotak-kotakan antara sains yang dipelajarinya dengan art sense yang terbangun di area unconcious-nya.
Sementara pendidikan di kita masih mengotak-kotakan antara bidang seni, sosial, sastra, eksakta, padahal semuanya bisa saling bersinergis saat aktualisasi di lapangan nanti. Integralitas dan kesinergisannya akan berpengaruh pada pola fikir, rasa, sikap, dan tindakan..

Segitu dulu..
Terima kasih sdh membaca, :p .. *maksa

===========

Coments di Facebook:
  • Welly Denny Iyah mengotak2kan dan menseragamkan. Menurut saya sih sistemnya tidak di sesuaikan dengan cara kerja otak manusia jadi selalu "memaksa", tidak alamiah. Tapi yah memang pendidikan sekarang seperti itulah....
    03 December 2010 at 05:15 ·

  • Sobar Hartini Ridwan @Inge : Sementara pendidikan di kita masih mengotak-kotakan antara bidang seni, sosial, sastra, eksakta, padahal semuanya bisa saling bersinergis saat aktualisasi di lapangan nanti. Integralitas dan kesinergisannya akan berpengaruh pada pola fikir, rasa, sikap, dan tindakan..

  • Sobar : kereen bngt kesimpulannya nge!! Seni itu untuk olah rasa yg pada akhirnya diharapkan memperhalus budi pekerti, so seni yg terasah sejak dini bila penerapan n pengarahannya baik akan membantu pembentukan ahlak/budi peklerti yg mulia pula. Ngga bener tuh kalo jago nyanyi, jago lukis/tari/musik tp sikapnya kasar n ugal2an=> artinya seninya ditunggangi hawa nafsu n syahwat.
    03 December 2010 at 06:02 ·

  • Sobar Hartini Ridwan Btw, sejak rini homeschooling, aky jd rajin ngumpulin tutup botol aqua, kerang, kardus dll. biasanya siy kepake :) [jd ingin mbaca diktat/catatan kuliah Nirmana mu, buat kurikulum HS Rini ^_*]
    03 December 2010 at 06:12 ·

  • T Damayanti Noviara Ingee..makasi yaa u curhat dongeng pagimu^^,haturnuhun yaa sdh berbagi cerita..
    03 December 2010 at 06:57 via Mobile ·

  • Zaenal Muttaqin Nirmana, ya... buat anak kecil itu yang seperti apa? apakah ada contohnya di negara mana?

    Bapak saya (alm) adalah guru seni rupa, jadi saya kenal beragam hal terkait seni rupa dari kecil.

    03 December 2010 at 07:52 ·

  • Novri Yanti ‎*sedikit kecewa....
    Dongengnya kok gak ada si kancil atau pangeran tampan atau raksasa atau nenek sihir... eh gak taunya dongeng tentang Inge ^^ btw pengalaman menarik, skg sudah jago dong... saya pernah dengar dari seorang illustrator komik penerbit mizan katanya untuk bisa membuat satu garis lurus tidak putus-putus buth latihan 3 bulan lho :D dan latihan bikin garis seperti itu dengan cara tahan napas.
    03 December 2010 at 07:53 ·

  • Zaenal Muttaqin Oh iya, saya memang tidak pandai menggambar atau melukis. Tapi cukup punya sense terhadap geometri dan warna.
    03 December 2010 at 07:53 ·

  • Oki Pribadi Zzzzz zzzzz zzzzz
    03 December 2010 at 08:11 via Mobile ·

  • Sobar Hartini Ridwan ‎@ Zae : tuk anak preschool/TK nirmana itu bs diterapkan dgn kolase (menggambar lalu menggunting kemudian menempelkannya kembali); bs jg montage; menyobek kertas lalu berkreasi menjadi aneka bentuk n rangkaian cerita; anak jg sering2 diminta menggambar n berimajinasi (bukan hny mewarnai=> kebanyakan TK di Ind hny terfokus pd calistung n mewarnai sj :( untuk lebih jelasnya, silahkan lihat album Sinar Ilmu Homeschooling :)
    03 December 2010 at 08:17 ·

  • Herry Mardian Menarik banget. Tapi memang nirmana itu nggak bisa dijelaskan... Pokoknya komposisi warna, bentuk, tekstur, atau apapun yang tampak punya nilai estetik. Kalau ditanya, nirmana itu apa, susah jelasinnya. Tapi yang punya rasa seni akan tau mana yang komposisinya tersusun, mana yang nggak, sekedar 'indah' aja.

    Masalahnya, nirmana nggak terstruktur baku. "nirmana adalah yang begini". Susah, sementara kita sejak kecil diajari gambar sudah seragam: dua gunung ditengahnya ada matahari dan jalan, membelah sawah. Standar banget, jadi susah membangun kepekaan komposisi di anak-anak kita :) Komposisinya, jadi komposisi fabricated. Jika tidak begitu, maka salah.

    Efeknya? Contoh sosial, prosedur birokrasi di jawatan pemerintah. Harus A -> B -> C -> D -> dan seterusnya. Jika kita lupa membawa pas foto, misalnya, maka seluruh proses harus dimulai dari awal lagi. Pokoknya prosedurnya begitu... titik.

    @oki: Wah!! deretan huruf z nya nirmana tuh! keren bengeeeeet!

    03 December 2010 at 09:30 ·

  • Herry Mardian PS: @Zae: nir-mana = nirmakna = tak bermakna.
    03 December 2010 at 09:35 ·

  • Ais Cakep Banget tks Herry, tdnya saya mikir spt Narnia gt... :-)
    Maaf Nge, tampaknya saya termasuk org yg ada di dlm kotak itu.. dan sekarang lg belajar keluar dr kotak, sedikit-sedikit, dgn mbak Ani sebagai guru utama :-)... s
    03 December 2010 at 09:48 ·

  • Alfathri Adlin Dalam bahasa Inggris kuliah Nirmana itu istilahnya adalah BASIC DESIGN... Sekadar saran. Pendidikan kita memang dodol dalam pemahaman sejarah ya...

    Nirmana itu adalah metode hasil dari pendidikan di Bauhaus, kiblatnya desain seluruh dunia. Bauhaus menjadi mencuat karena adanya politik yang membatasi ruang gerak kaum Yahudi hanya boleh masuk di wilayah seni saja. Makanya mereka berkumpul di sekolah seni bernama Bauhaus itu.

    Nah, pada masa awal abad 20, ada seorang pemikir besar keturunan Yahudi yang jadi dosen di Jerman, namanya Edmund Husserl. Dia merumuskan sebuah aliran filsafat bernama fenomenologi. Inti dari fenomenologi adalah 'bersikap sebagai pemula'. Maksudnya begini. Kita sudah selalu membingkai berbagai hal di dunia ini sesuai dengan bingkai-bingkai yang sudah diajarkan kepada kita. Misalnya, air bukan semata air, tapi air sebagai H2O. Kita selalu memandang segala hal dengan bingkai yang kita punya. Fenomenologi meminta kita untuk memberi 'bracket' atau 'tanda kurung' untuk semua hal yang sudah kita ketahui. Kita lepaskan pemahaman air sebagai H2O dan mencoba mengalami dan menghayati apa itu ke-air-an, mengamatinya sebagai seorang pemula yang seperti baru pertama kali bertemu air dan mencoba memahaminya secara baru.

    Kenapa saya cerita Husserl? Dan apa hubungannya dengan Nirmana?

    Begini, saya punya pendapat bahwa pendidikan Nirmana di Bauhaus itu sebenarnya terpengaruh oleh metode fenomenologi Husserl. Saya tidak tahu bagaimana cara dosen Inge mengajari Inge--mungkin mereka teman seangkatan saya juga kali--tapi dari Bauhaus, metode membuat Nirmana itu adalah dengan mencoba sekian perlakuan yang bisa kita berikan pada sebuah material. Kita harus menjadi pemula yang seolah-olah baru pertama kali bertemu dengan, misalnya, bambu. Kita coba pukul bambu itu, jadinya bagaimana. Kita bakar jadinya bagaimana. Kita belah jadinya bagaiman, dan demikian seterusnya. Setelah kita bereksperimen dengan sekian perlakuan itu, tiba-tiba kita terpana, ternyata kalau bambu di beginikan maka bambu akan jadi begini, dan kalau kita susun sedemikian rupa, jadinya begini.

    Nah, tapi, dalam karya seni, komposisi dan pengulangan itu tidaklah sesimetris dan sepresisi geometri fraktal yang mengulang-ulang sampai mati-matian. Karya seni yang bagus selalu punya 'sesuatu yang menyimpang' dari sebuah simetri yang matematis.

    Jadi, Inge, sebenarnya yang diminta dari kuliah Nirmana itu adalah pengalaman Inge dalam menemukan sesuatu yang baru melalui perlakuan tertentu atas sebuah material.

    Untuk lebih jelasnya, silahkan Inge pergi ke toko buku dan cari buku STRATEGI VISUAL karya Andry MAsri yang diterbitkan oleh Jalasutra. Kebetulan saya yang mengeditnya.

    Demikian. Mohon maaf kalau ada silap kateu.

    03 December 2010 at 10:26 ·

  • Herry Mardian tengkiu Al! sekalian numpang lewat...
    03 December 2010 at 10:33 ·

  • Fahmi Ilmansyah Kasiaann, kasiaan. Untung saya sudah tidak mengenyam 'Pendidikan Kitai' ini...;-)
    03 December 2010 at 12:24 ·

  • Alfathri Adlin o yeaaaaaaahhhhh???
    03 December 2010 at 13:35 via Mobile ·

  • Oki Pribadi Zz zzz zzzzz zzz *ms tidur lelap
    03 December 2010 at 13:39 via Mobile ·

  • Zaenal Muttaqin bangun... bangun... mas Oki. Ada kentang goreng hangat, nih, mau?
    03 December 2010 at 13:51 ·

  • Ani Kurniasih mana ini teh yg nulis ga nongol2 :p.. nirmana kyknya akan sangat sulit utuk org indonesia secara umum ya nge, krn sejak kecil kita dikontrol utk bkreativitas, bukanny dibebaskan..bukunya Pak Primadi dosen FSRD mgkn berguna tuh utk mpelajarinya...tq ya ud di-tag
    03 December 2010 at 14:32 ·

  • Alfathri Adlin percuma Zae pake kentang mah. bilangin aja: om Oki itu dicariin Agnes Monica, bakalan bangun. cobain deh.
    03 December 2010 at 14:38 via Mobile ·

  • Ais Cakep Banget ‎@Ani: Kan Inge sdh bilang: ini dongeng sblum bobok; jd Ingenya pasti lg bobok +_+
    03 December 2010 at 14:38 ·

  • Herry Mardian Wuih, oki ngoroknya aja estetis!
    03 December 2010 at 14:42 via Mobile ·

  • Inge Susanti hoaaammm Zzzzz. eeeh, ada yg komen?
    sebelum dibaca koman komennya, aku mo nambahin duyuu yaa.

    Kata dosenku yg baru pulang dari Jepang itu, (*Pak Fahmi pasti tauu khaan siapa beliau? :D),: "ilmu seni yang diajarkan di Jepang itu, rasanya belum bisa di tera...pkan di Indonesia, mengingat kulturnya masih begini, sepertinya ilmu seni saya pelajari dari sana belum efektif diterapkan di sini.."
    beuuuh!

    03 December 2010 at 14:49 ·

  • Herry Mardian Btw, istilah mini kompo ada hubungannya sama komposisi gak ya?
    03 December 2010 at 14:50 via Mobile ·

  • Inge Susanti sebentar, mao banjur om Okiiiiiiiiii dulu pake teh celup..
    03 December 2010 at 14:52 ·

  • Inge Susanti STRATEGI VISUAL karya Andry Masri. Wokeh.. Cateeeet! Thanks Om Alf, penjelasannya asik..

    Buku-buku Pak Primadi Thabrani, iya Teh Ani.. buku-bukunya memang jadi salah satu acuan.. udah ampe lecek tu fotokopian *lhoo?motokopi? :D. Thanks sista..

    Nirmana. nir=tidak mana=bentuk

    Thanks all for cheer up thoughts cheer me up, luv u all ah! ^^

    03 December 2010 at 15:22 ·

  • Alfathri Adlin Oh ya, di ITB, lulusan Jepang cenderung--walau tidak semua--feodal... selidik punya selidik, ternyata sewaktu di Jepang, pengajaran lumayan feodal, jadinya gak terbuka pada khazanah dari bidang lain....

    dan satu hal lagi, orang desain mau lulusan luar atau pun lokal, kebanyakan dodol dalam tradisi tulis menulis... makanya, menurut saya, Andry Masri adalah makhluk langka yang punya orisialitas. Cuma orang desain suka sirikan, beraninya ngejelek-jelekin aja, tapi gak pernah bisa bikin tulisan tandingan....

    03 December 2010 at 15:50 ·

  • Inge Susanti hahaha... aseeek. bacaaaa deh hayuuu
    03 December 2010 at 15:52 ·

  • Alfathri Adlin menurut saya, kesempatan untuk menjadi penulis di bidang desain sangat terbuka besar karena kebanyakan orang desain jarang baca buku--seperti kebanyakan orang indonesia juga--dan kalau pun bisa menulis, tulisannya suka, maaf, dangkal dan tidak tajam. selalu lemah dalam pemahaman teoretik dan kurang wawasan dari bidang lain....

    Sebenarnya saya pernah beberapa kali menulis tentang desain, tapi gak ada tanggapan dari orang desain, mungkin gak dibaca he he he... kalau ada tanggapan, setidaknya saya dapat masukan balik gitu...

    03 December 2010 at 15:57 ·

  • Inge Susanti iya,betul.betul.betul.. ya itu balik lagi ke habit baca, tingkat literasi.
    Org desain bnyk tenggelam di mainstream gaya visual yang lagi trend saat itu aja, tanpa tau akarnya apalagi sejarahnya. Matakuliah Sejarah itu jarang-jarang dicintai mahasiswa, mahasiswa ga punya abstraksi buat apa Sejarah dipelajari?
    Mau dong nanti kalo ketemu K'Alf pngn baca & belajar yg K'Al tulis itu. Nnti mau print or copy yak, soalnya perlu perenungan agak lama pas baca, maklum.. ya itu balik lagi ke habit baca..
    tq.. tq... K'Alf

    03 December 2010 at 16:18 ·

  • Ani Kurniasih knp yak kalo gw yg bikin notes, salik2 pada ga berani ngomen...hahaha takutt en gada yg minat gender-ewo...*hihihi emg siapa peduli sama elu pade..*
    03 December 2010 at 16:25 ·

  • Alfathri Adlin lebih tepatnya lagi, orang desain terlalu asyik dengan dunia proyek... begitu banyak proyek, dengan skill visualnya mereka bisa dapat uang, ngapain juga baca ini itu...

    Ini fakta ya...sampai menjelang akhir tahun 90an, di FSRD ITB cuma ada satu doktor seni dan satu doktor desain... kenapa yang lain malasa kuliah? karena lebih asyik mroyek... setelah ITB bikin peraturan bahwa dosen harus kuliah sampe S3, barulah mereka "terpaksa" kuliah lagi... makanya, menurut saya, dari sekian jurusan yang ada, jurusan desain termasuk yang paling parah tradisi baca tulisnya...

    03 December 2010 at 16:26 ·

  • Inge Susanti Om ani, eh mbak yuk, gender-ewo nya kurang promosee kalee.. sejenis dedemit itu pan, sapa mao? :D
    03 December 2010 at 16:32 ·

  • Inge Susanti K'Al, kalo aku rada susah mroyek n ga banyak uang pula, so pelariannya mending jadi doktor aja gitu ya? hihi.. *garuk2 kepala salah mikir
    03 December 2010 at 16:38 ·

  • Inge Susanti ‎@teh Sobar, kalo kolase yang di Nirmana-ku dulu itu, justru gak boleh menyerupai bentuk2 yg sudah ada.. jadi tidak menyerupai kapal, awan, burung,.. dll.
    Kalo penerapan Nirmana untuk anak-anak gak tau jg sih baiknya diterapkan yang sprti apa, tp mnurutku yg T'Sobar lakukan di HS itu udh asik, better lah pastinya.. chayooo
    03 December 2010 at 16:49 ·

  • Inge Susanti ‎@Teh Ani, nnti deh sekali2 aku mau denger petuahmu dari space gender itu, kata Andrian bagus katanya..
    03 December 2010 at 16:50 ·

  • Suryati Widya Ing, nanti sbelom bobo ndongeng lagi ya, lumayan biar nenek ga cepet pikun, tuh bu Rini aja juga suka ndengerin.
    03 December 2010 at 20:01 ·

  • Inge Susanti haha.. aah bu Wiid, salaam yaa buat bu Rini.. :)
    04 December 2010 at 11:00 ·

  • Inge Susanti Menurutku semua space ilmu kalo dikerjakan dg tekun & tertib pasti punya wisdomnya..
    Saat ngerjain Nirmana dulu, kalo menikmati prosesnya bakal ketemu taste-nya, seperti terapi psikologis di area visual lah. *halaah.. bahasanya bingung juga, jadi ngarang.
    Jadi kangen Nirmana-an lagi..
    Numpuk-numpuk tutup botol.., buat kombinasi gardasi arsiran pensil, susunan warna..,.. setelah itu coba rasakan sendiri, cuma orang yang pernah ngerjain itu yang bisa ngobrolin soal ini :D..

    Juga saat orang desain yang demen mroyek, kalo skil-nya oke, manajemennya rapi pasti ketemu juga wisdomnya.
    Seperti juga om Rio yg punya banyak referensi filsafat timur itu.. pernah bilang, "Good desain itu kayak gimana sih? Sebenernya nggak ada. Good design akan disesuaikan dengan klien-nya (tiap klien punya kebutuhan & latar belakang yg kompleks)". Menurutku itu wisdom juga.. hasil dari pembelajaran panjang di lapangan.
    Dulu waktu masih anget-angetnya pelajaran kampus (fresh graduate), aku sama sekali gak dapet kata-kata itu (denger si denger, tapi gak paham), semua yang kulakukan dulu itu masih text-book dan seringnya berbenturan. Tapi setelah desain direaksikan di masyarakat, banyak nemu kata-kata baru yang gak ada di buku, termasuk seperti apa yang om Rio bilang itu. Dan hasil pembelajaran dari pengalaman itu umumnya sulit dibahasakan, kalau pun dibahasakan belum tentu orang ngerti juga.

    Iya K'Alf, kalo kita bisa mengerti & membahasakan karya disertai pemaparan akar ilmu-nya juga turunan sejarah-nya.. well, itu pasti luar biasa banget di kita yak? Dia akan jadi manusia langka di negara ini. Mewariskan 'estafeta' ilmu pengetahuan. Perlu evolusi besar buat melahirkan orang-orang keren seperti itu..

    04 December 2010 at 11:29 ·

  • Inge Susanti ‎@Om Herr, apaaa tuu mini kompo? coba jelaskaan.. :D

    @Teh Sobar, dulu sih gak dapet diktat Nirmana. Wong langsung praktek aja, bukunya aku nyari sendiri di perpus, judulnya Nirmana Dwi Matra, ada lagi Nirmana Tri Matra, bukunya yg kudapet cuma karya Wucius Wong. wong langsung praktek aja.. ha ha. Tapi isinya bagus juga, ada contoh pola-pola dan foto karya. Tapi itu buku udah lama sekali.. tahun 1986.

    @Novri, Teh Sobar, K'Zae, Mb Ais :

    Milly R. Sonneman tu pendiri Hands On Graphics, di California, sejenis perusahaan jasa untuk pelatihan komunikasi & visual. salah satu bukunya: Beyond Words. Belum baca jg sih tapi dulu sempat liat di sinopsis.
    Dia melatih bagaimana membebaskan dan mengeluarkan potensi visual dlm diri baik secara psikologis juga motoris, dengan perasaan, nafas, gerak, kadang sprti tarian. Juga memaparkan efek gravitasi terhadap gerakan yg berhubungan dg aliran visualisasi ide, bagaimana kita menyelaraskan gravitasi dg perasaan serta jatuhnya gerakan tangan untuk melatih membentuk garis lurus, membuat lingkaran, spiral, melepaskan diri dari jerat-jerat kritik yg mem-blok kreatifitas..
    Jadi sebetulnya nature-nya diri kita ini tidak mengenal yg namanya pengkotak-kotakan bidang, alamiahnya diri kita adalah mengalirkan semua bidang secara sinergis krn hakekatnya ilmu sdh ada dalam diri, dimunculkan sesuai dg karakter, cara, dan bahasanya masing2 (mungkin bukan dg visual sj, tp bahasa musik, dll). Itu pun umumnya baru bisa keluar kalau tdk bnyk ganguan baik secara psikis maupun sosial-kultural, asik beneer. Jadi semua buku, pelatihan, ritual, dll.. adl stimulus utk memunculkan yg di dalam itu. Nah, Milly R. Sonneman itu melatih dari sisi pembebasan sumbat psikis motoris ke visual, dia menganggap semua orang bisa melakukannya sesuai dg karakter dan latar belakang masing-masing.

    @Om Oki, bangooooon.
    kalo buku tentang proses pengeluaran ide ke komik, aku punya; Understanding Comics : The Invisible Art (Scott McCloud). Contoh2nya, ada di Greeeen Lanteeern pastinyaaaaaa. *sambil guyur pake teh botol

    04 December 2010 at 11:33 ·

  • Inge Susanti eh teh Ovie & k'Welly blm disapa.., thanks yah. makasih semua... :))
    04 December 2010 at 14:17 via Mobile ·

  • Herry Mardian Nirmana? Kurt cobain, dave grohl, christ novoselic... 'Baunya kayak semangat abege', 'semuanya permintaan maap', 'lagi mekar', 'lithium', dll.
    05 December 2010 at 08:24 via Mobile ·

  • Inge Susanti oiya, nirmna itu gak msti simetris. Justru jarang nirmana yg simetris dpt nilai bagus.
    Kl dlihat satu-persatu tampak sprti pengulangan, tp kl dlihat sec integral, sec keseluruhan, gak ada istilah pngulangan, 1 karya dinilai utuh.
    Dari sekian ratus mahasiswa tdk prnh ada yg karya nirmana nya percis sama, itu semacam visualisasi yg ada di kepala masing2. Dari karya-nya itu bs dilihat mana yg ngerjainnya asal, mana yg pakai pikiran/patron2/pola2, mana yg pake perasaan, mana yg trance.. :p

    05 December 2010 at 08:37 via Mobile ·

  • Inge Susanti nirvana... kurt cobain? ahahahaha dekeeeet bangeeet istilahnyee ,_3?*,* trance..
    05 December 2010 at 08:44 via Mobile ·

  • Taufik Rahman S. blm tdr :p,dongengnya krg panjang..
    mnarik jg ya,memperlakukan objek,dgn asumsi qt br tau objek trsbt, sy malah terbiasa mencari bingkainya dl, oh air rumus kimianya H20,punya ikatan vanderwal, cair, kl diginiin jd gmn gt.., jd beda ya metodenya..
    13 December 2010 at 06:12 via Mobile ·

  • Inge Susanti jiaaahaha jd kimiaaa, kemaren matematika bhs sunda..

    13 December 2010 at 07:07 via Mobile ·

posted under |

2 comments:

rataminy said...

betul sangat :D.. DAN Ternyata perjuanagn jadi mahasiswa TPB FSRD sungguh sangatlah berat :D
Apalagi nirmna.. uda mati2an ngerjain sedikit ternodai langsung nilai jatuhhhh.. huhhu

ingsdezign said...

:D

Newer Post Older Post Home